Taqwa memiliki beberapa pengertian tersendiri yaitu merupakan konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh. Taqwa ini juga mengandung arti bahwa "Hendaklah Allah tidak melihat kamu berada dalam larangan-laranganNya dan tidak kehilangan kamu di dalam perintah-perintahNya. Mencegah diri dari azab Allah dengan berbuat anak shaleh dan takut kepadaNya di kala sepi atau terang-terangan.
Balasan bagi orang yang bertaqwa:
1. Diberikan furqon dan diampuni dosa-dosanya.
2. Diberikan rahmat dan cahaya.
3. Dimudahkan segala urusannya.
4. Ditutupi kesalahan-kesalahannya dan dilipathandakan pahalanya.
5. Mendapatkan berkah.
6. Diberikan jalan keluar dan rezeki.
Kiat-kiat agar kita bisa menjadi taqwa:
1. Mengingat perjanjian (mu'ahadah). Dengan cara shalat serta menyendiri (semedi) tetapi hanya kepada Allah tidak kepada orang lain atau makhluk halus.
2. Merasakan kesertaan Allah (Muraqabatullah). Macam-macamnya:
2.1 Dalam melaksanakan ketaatan harus ikhlas.
2.2 Dalam kemaksiatan harus bertaubat, menyesal dan meninggalkannya.
2.3 Dalam hal mubah harus menjaga adab-adab terhadap Allah bersyukur.
2.4 Dalam mendapat musibah haruslah ridho terhadap ketentuan Allah dan memohon pertolongannya.
3. Muhasabah (instropeksi diri).
4. Mu'aqobah (Pemberian Sanksi).
5. Mujahadah (Optimalisasi).
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Hendaklah amal-amal yang sunnah tidak membuatnya lupa akan kewajiban yang lainnya.
2. Tidak memaksakan diri dengan anakan sunnah yang diluar kemampuannya.
Sumber: http://hanyakomar.wodpress.com/tag/pengertiantaqwa.html
Sabtu, 07 Mei 2011
Jumat, 06 Mei 2011
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Iman
Iman dari bahasa Arab artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman yakni membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah merupakan membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar - benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah merupakan kebutuhan mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepadaNya, sebagaimana firman Allah yang artinya: "wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang it telah tersesat sangat jauh. " (QS. An. Nisa : 136)
Ayat diatas memberikan penjelasan bahwa bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang pesat tidak akan merasakan kebahagian dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
Namun, implementasi imn sangat luas, tidak bisa dipahami secara sempit dan parsial. Dalam banyak ayat dan hadist, banyak diungkapkan bahwa keimanan seseorang tidak hanya diukur dengan intensitas ibadah secara vertikal (hablum minal Allah), akan tetapi juga intensitas ibadah diukur pula dengan peran dan aktivitasnya di masyarakat. Oleh karena itu kesalehan seseorang tidak diukur dengan aktivitas ibadah ritual saja tetapi juga diukur dengan aktivitas sosial. Ringkasnya bahwa ada keseimbangan dalam mencapai dan menerapkan keimanan yaitu Allah dan Hablum minnannas.
Sumber: http://islamagamku.wordpress.com/pengertianiman.html
Iman dari bahasa Arab artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman yakni membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah merupakan membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar - benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah merupakan kebutuhan mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepadaNya, sebagaimana firman Allah yang artinya: "wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang it telah tersesat sangat jauh. " (QS. An. Nisa : 136)
Ayat diatas memberikan penjelasan bahwa bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang pesat tidak akan merasakan kebahagian dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
Namun, implementasi imn sangat luas, tidak bisa dipahami secara sempit dan parsial. Dalam banyak ayat dan hadist, banyak diungkapkan bahwa keimanan seseorang tidak hanya diukur dengan intensitas ibadah secara vertikal (hablum minal Allah), akan tetapi juga intensitas ibadah diukur pula dengan peran dan aktivitasnya di masyarakat. Oleh karena itu kesalehan seseorang tidak diukur dengan aktivitas ibadah ritual saja tetapi juga diukur dengan aktivitas sosial. Ringkasnya bahwa ada keseimbangan dalam mencapai dan menerapkan keimanan yaitu Allah dan Hablum minnannas.
Sumber: http://islamagamku.wordpress.com/pengertianiman.html
Langganan:
Komentar (Atom)